Jumat, 12 September 2014

DISKUSI ILMIAH KELAS MIA SMANSATRIA

“DEGRADASI PEMUDA MASA KINI, HILANGKAN KEPELOPORAN PEMUDA TEMPO DOELOE”
 “Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia” ( Bung Karno, Di Bawah bendera Revolusi Jilid II )

          Janapria - Di sela-sela kegiatan remedial Fisika yang diselenggarakan siswa-siswi SMA Negeri 1 Janapria, Jum’at kemarin (28/09/2014). Mereka menyempatkan diri berbincang dan diskusi tentang  kepemudaan. Diskusi yang dihadiri oleh sekitar 25 orang siswa ini telah memberi angin segar dan membawa sedikit tekat dan komitmen bersama sebagai pemuda untuk siap melakukan dan ikut serta dalam setiap perubahan yang mungkin saja akan terjadi di negeri ini. Bagi mereka diskusi ini adalah hal yang pertama dan sangat mengesankan, karena selain dapat menambah wawasan siswa tentang kepemudaan dan kepeloporannya di masa dulu, diskusi ini juga sangat asyik karena di akhiri dengan GAME seru yang juga sangat bermakna dalam proses membangun karakter, ketelitian, kecermatan dan kejelian mereka dalam merespon sesuatu hal atau persoalan.
          Bagi mereka pemuda saat ini sangat jauh berbeda dari pemuda tempo dulu. Kutipan potongan dari pidato Presiden Soekarno di atas telah memperlihatkan kepada kita bahwa para pemuda saat itu yang memang sakti. Sekarang, cobalah kita ambil 10 pemuda di sekitar kita, dan suruh mereka mengguncangkan dunia, lantas mereka akan berpikir, “Dengan apa kami akan mengguncang dunia?”
Diskusi Ilmiah Kelas MIA SMANSATRIA Tentang “Kepemudaan”


         Seperti yang disampaikan para siswa dalam diskusi tersebut, saat mencoba mengeksplor dan merefleksikan kembali kondisi pemuda tempo dulu, bahwa, kita pastinya ingat tepat 28 Oktober 1928 adalah hari ketika para pemuda dari berbagai suku, ras, agama dan golongan bersatu untuk bersumpah. Pertama. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kedua. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Ketiga. Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
          Kemudian setiap tanggal 28 Oktober, bangsa Indonesia selalu mengenang sejarah tersebut dengan sebutan hari Sumpah Pemuda.
          Dengan mengedepankan satu tujuan yang sama, yaitu mengusir para penjajah dari negeri ini, para pemuda pun sadar bahwa mereka harus bersatu melawan penjajah. Sebelum     para pemuda  bersatu, perlawanan mereka sudah gencar dilakukan di berbagai wilayah, namun sayangnya perlawanan mereka terhadap penjajah selalu kandas.
        Dan cara untuk mempersatukannya adalah dengan rasa kebangsaan yang sebelumnya belum disentuh oleh para pemuda kala itu. Usai Sumpah Pemuda, perlawanan kian gencar di berbagai belahan negeri ini. Hingga pada akhirnya, Bung Karno dan Bung Hatta mendeklarasikan bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945 silam, hari kemerdekaan kita. Begitulah kepeloporan pemuda tempo dulu.
          Kalau kita menengok kembali ke pra kemerdekaan, para pemuda kita sangatlah bersemangat untuk membebaskan diri dari para penjajah dengan satu tujuan, kemerdekaan. Mereka belajar dengan disertai tekanan, intimidasi dan bahkan mungkin kekerasan. Kebebasan, kesejahteraan dan keadilan adalah cita-cita yang membuat para pemuda dahulu mampu untuk meraih kemerdekaan yang hingga saat ini kita rasakan hasilnya.
         Sementara, menurut mereka, sangatlah jauh perbedaannya dengan para pemuda saat ini yang mengedepankan life style (gaya hidup), performance (penampilan) dan menjadikan para pemuda kini menganut faham alay yang membuat para pemuda kini lupa akan jati diri sebagai kaum intelektual dan agen perubahan.
         Gaya hidup hedonis menjadi banyak pilihan bagi para remaja, pemuda dan pelajar. Sebab hedon banyak menawarkan kesenangan yang pastinya menggiurkan para penerus atau harapan bangsa ini. Dengan mereka hidup hedon, maka hilang prediket katro, wong deso, kurang pergaulan (kuper) dan sebagainya. Predikat-predikat ini dianggap oleh sebagian anak muda sebagai sesuatu yang tidak mengenakkan jika sampai melekat pada dirinya.
          Mereka yang memiliki faham kaum hedonisme, tidak memikirkan nasib bangsa kita ke depan (bagaimana dan mau apa?). Apa yang ada di benak mereka hanyalah kesenangan, kesenangan, dan kesenangan sesaat saja. Padahal bangsa ini membutuhkan pemuda yang memiliki semangat juang untuk mengubah negeri ini dari segala problematikanya.
          Dan hanya para pemuda yang memiliki idealisme yang bisa melakukannya. Dengan tidak memikirkan life style atau pun performance. Pemuda tersebut (pemuda idealis) hanya diskusi, aksi dan refleksi. Itulah salah satu ciri para pemuda dahulu yang berjuang untuk meraih kemerdekaan, dan pemuda ini sudah jarang ditemui di lingkungan sekolah atau lingkungan masyarakat. Meskipun ada akan tetapi jumlahnya relatif lebih sedikit dibandingkan para pemuda yang hedonis atau berfaham alay.
          Pengaruh bangsa asing yang datang ke Indonesia ternyata menjadi racun bagi kehidupan para pemuda kita. Semangat pemuda dahulu kini seakan luntur ditelan bumi dan saat ini hanyalah tinggal sejarah atau cerita yang selalu kita bangga-banggakan. Perilaku konsumtif yang saat ini menjadi virus meluluhkan rasa nasionalisme kita terhadap produk dalam negeri yang dahulu pernah dikampanyekan “cintai produk Indonesia”.
          Sungguh sangat ironis memang melihat kenyataan yang terjadi sekarang. Dahulu para pemuda rela mengorbankan jiwa, raga bahkan harta untuk sebuah kemerdekaan. Akan tetapi setelah kemerdekaan diberikan, para pemuda saat ini malah menyia-nyiakan dengan memilih gaya hidup yang hedonis tanpa memikirkan berbagai problem yang dihadapi bangsa ini.
          Semangat para pemuda doeloe harus kita bangkitkan kembali untuk meneruskan cita-cita mereka yang belum terpenuhi yaitu keadilan dan kesejahteraan untuk bangsa Indonesia. Dahulu mereka bersatu untuk mengusir penjajah demi menghapuskan penindasan. Sekarang mari kita bersatu kembali untuk keadilan dan kesejahteraan yang masih belum rakyat Indonesia nikmati. Karena setelah penindasan dapat dihapus selanjutnya adalah kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia yang harus terpenuhi, begitulah di paparkan salah seorang siswa, deangan semangat berapi-apinya, pada saat diskusi
          “ALAY”. Satu kata yang tidak lagi asing di telinga kita dan sebuah “stempel” bagi para pemuda di era reformasi. Dan kata yang akan menjadi ideologi di kalangan remaja masa kini.  
         Nampaknya sudah menjadi suatu gaya hidup atau bahkan telah menjadi suatu faham bagi para pemuda di jaman reformasi yang menganggap semuanya serba kebarat-baratan. Bahkan, para pemuda masa kini tersebut menjadikannya sebagai semboyan utama dalam kehidupan mereka. Berbagai tingkah laku yang mereka anggap biasa, namun di kalangan para orang jaman dahulu ( “jadoel”) sebagai hal yang luar biasa, “tidak lumrah”.
         Ideologi alay yang mereka yakini inilah yang mengubah mereka lebih mencintai budaya barat ketimbang budaya sendiri. Apalagi dengan adanya demam K-Pop yang diimpor dari Negeri Ginseng itu. Para pemuda Indonesia pun berlomba-lomba meniru gelombang budaya asing yang masuk ke Tanah Air. Bahkan tidak sedikit yang mengubah penampilan mereka layaknya tokoh-tokoh yang mereka banggakan; yang sebenarnya adalah orang-orang yang tak mampu menciptakan perubahan.
          Impor budaya dari negeri-negeri tetangga ini mampu membius kalangan muda untuk melunturkan rasa nasionalisme dan rasa patrioitisme mereka yang kian hari kian memperihatinkan. Tidak hanya melupakan budaya sendiri dan lebih menjunjung tinggi budaya orang, para pemuda masa kini juga banyak yang merasa gengsi untuk melestarikannya. Anehnya, ketika budaya Nusantara yang telah diabaikan itu ingin dilestarikan negara lain, pemuda yang “cuek bebek” ini seketika, tanpa rasa malu, berteriak-teriak menyuarakan aspirasi mereka yang kakanak-kanakan untuk melestarikan budaya Tanah Air.
          Sejenak kita lupakan pemuda yang berideologi alay dan kembali mengingat para pemuda yang darahnya untuk untuk mewarnai merahnya sang saka Merah Putih yang rela berkorban demi negara, menerjang semua peluru dan menghadang semua Tank-tank yang mampu meremukkan tulang kita. Itulah yang menginspirasi Bung Karno. Beliau berkata, jika diberikan sepuluh pemuda, maka Beliau akan mengguncangkan Dunia. Tetapi bila Bung Karno hidup di zaman sekarang, apakah dunia akan terguncang dengan adanya sepuluh pemuda alay? Tentu Anda semua akan mampu menjawab pertanyaan itu.- (RRD).

0 komentar: